Hari-hari kulalui terasa menyenangkan saat mengenalnya.
Pertemuan pertama berawal saat menjadi mahasiswa semester 5 di salah satu
Perguruan Tinggi swasta di Jakarta sedangkan dia merupakan salah satu staf di
kampus tempatku menuntut ilmu sekaligus tempat bekerja. Sosok yang baik,
bertanggungjawab, murah senyum dan sholeh membuatku tertarik kepadanya. Tak
pernah kutemui sosok yang selalu tersenyum di tempat itu selain dia.
***
Awal bertemu, aku tidak tahu siapa namanya, yang ku
tahu dia adalah salah satu staf di bagian pendidikan. Waktu terus berlalu, hari
berganti hari, minggu berganti minggu, hingga kami dipertemukan di satu tempat.
Keesokan harinya, tak seperti biasa ku mendapatkan jam kuliah sampai malam. Jam
makan siang, ku mencoba menggunakan aplikasi yang sedang trend saat itu,
facebook. Ku buat akun dan mencari teman-teman yang menggunakan aplikasi itu.
Tak sengaja ku menemukan profilnya langsung ku add profil dan sore harinya dia
langsung menyetujui permintaanku untuk menjadi temannya.
***
Ku
melihat ada 1 pesan masuk di beranda facebook, penasaran langsung ku klik
tulisan “pesan masuk”. Betapa
terkejutnya ketika ku lihat ternyata dia yang mengirimkan pesan tersebut, dia
mengutarakan perasaannya “Aku berharap
sama Allah kamu mau menjadi pelengkap hidupku, kamu mau kan?” itulah
bait-bait pesan yang kubaca. Terharu, terkejut, bahagia, senang, dan tak lupa
kuucap syukur kepada-Nya karena insan yang kucintai dalam diam mengutarakan
niatnya untuk menjadikan diriku pendamping hidupnya.
***
“Maaf Mas aku masih kuliah dan setelah shalat
istikharah tidak ada tanda-tanda harus memilihmu, selain itu juga orang tuaku
belum mengijinkan aku untuk menikah” kukirim message kepadanya. Jujur, saat
ku menulis kalimat itu hatiku sedih, aku merasa wanita yang paling bodoh karena
menolak seorang laki-laki baik yang aku cintai. Dia pun membalas “tidak apa-apa, percaya saja dengan janji
Allah bahwa laki-laki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik-baik pula”.
***
Setelah kejadian itu, kami hampir tidak pernah
bertemu selama 3 bulan, mungkin ini jalanku “gumamku dalam hati”. Perlahan ku
mulai melupakan sosoknya dan fokus kuliah. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat.
2 tahun ku mengenalnya belum juga kuterima Undangan Pernikahan darinya.
Padahal, kabar berita yang terdengar dia sedang menjalani proses ta’aruf dengan
wanita lain. Ku jadi ingat pesan Allah, cintailah dan bencilah seseorang itu sewajarnya.
***
Bulan suci Ramadhan yang mulia menghampiri, dan aku
tetap masih dalam kesendirianku menanti seorang Imam yang terbaik menurut Allah
untukku. Do’aku akhirnya membuahkan hasil, tepat 1 September 2012 dia mengirim
sms yang berbunyi “Nin, saya minta alamat
rumahmu, saya mau silaturahm, orang tuamu ada?” deg, jantungku berdegup
kencang seakan mau lepas dari dalam tubuhku. “iya ada Mas, Mas dengan siapa mau
kesini” jawaban smsku. Tak ku peroleh balasan darinya setelah itu. Ku menanti
dengan cukup gelisah, ingin ku bertanya namun hatiku bertolak belakang dengan
perasaanku.
***
Waktu menunjukkan pukul 17.30, ku dengar suara Ibu
memanggil namaku dan ku bergegas menuju bawah. Dia datang bersama 2 orang teman
sedang berbincang dengan Ibu dan Ayahku. Jantung berdegup semakin kencang saat
ku dengar “Bapak, Ibu, maksud kedatangan
saya kesini adalah untuk meminang putri Bpk, Nina”. Kuucap tasbih dan
hamdalah kepada Allah. Namun disisi lain Ayahku tidak memberi jawaban apapun
kepadanya, bola matanya mengisyaratkan Ayahku tidak menyukainya.
***
Sudah 3 bulan waktu berlalu namun belum ada
tanda-tanda beliau menyetujui pilihanku. Aku pasrah, ku hanya ingin melihat
mereka bahagia dengan menuruti semua keinginannya. Sekian lama rasa ini
terpendam, sekian lama pula kurasakan sakit hingga waktu 1 tahun waktu
berjalan. Namun, satu pesan yang kuingat dari dia adalah“aku akan menunggumu Nin”,walaupun akhirnya dia mencari wanita
lain.
***
Tak terasa sudah memasuki tahun 2014, aku pun masih
sama menanti dan menunggu Ayahku merestui hubungan kami tapi takdir berkata
lain. Banyak sekali isu yang kudengar tentangnya membuat aku tak percaya dan
tetap menunggunya. Hingga suatu saat kutemukan dia bersama dengan wanita lain
sedang asyik makan, berbicara dan jalan berdua di kampus. Ternyata isu yang
kudengar selama ini benar adanya, “gumamku”. Setelah melihat kejadian itu dan
melakukan sholat istikharah, rasa yang menggebu-gebu seakan sirna dibawa angin.
Lenyap sudah bagaikan lampu yang tak dapat memberikan cahaya di saat gelap
menyapa.
***
Sekarang ku mengerti, apa yang terbaik menurut kita
belum tentu terbaik menurut-Nya. Kita hanya mampu melihat dengan pandangan mata
dunia, sedangkan Allah dapat melihat semuanya yang tidak bisa dilihat oleh
manusia. Alhamdulillah Ya Allah, KAU telah memberikan rasa ini meskipun
akhirnya aku sadar tidak boleh mencintai makhluk-MU melebihi mencintai-MU.
"Peri Kecil"
"Peri Kecil"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar